Insinerator di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) konvensional Sandubaya, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. ANTARA - Nirkomala
Harianjogja.com, MATARAM—Gunungan sampah yang setiap hari menumpuk di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, terus menjadi pekerjaan rumah. Di tengah keterbatasan lahan dan anggaran, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram mencoba jalan baru: mengandalkan insinerator yang diupayakan bebas emisi karbon.
Meski sempat menuai pro-kontra karena larangan dari Kementerian Lingkungan Hidup, DLH memastikan teknologi pembakaran ini aman digunakan. Kepala DLH Kota Mataram, H Nizar Denny Cahyadi, menegaskan pihaknya tidak gegabah.
“Kami berkomitmen akan melakukan uji emisi guna memastikan penggunaan insinerator untuk membakar sampah tidak ada asap atau zero emisi,” ujarnya, Selasa (30/9/2025).
Antara Larangan dan Harapan
Larangan penggunaan insinerator dari pemerintah pusat memang menjadi tantangan. Namun, bagi Mataram yang kerap kewalahan dengan timbunan sampah, alat ini dinilai efektif. Selain cepat mengurangi volume sampah, insinerator tidak membutuhkan lahan luas sebagaimana TPST konvensional.
Insinerator yang saat ini berada di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sandubaya merupakan bantuan dari Pemprov NTB. DLH telah mengajukan izin resmi ke Kementerian Lingkungan Hidup agar alat itu bisa dioperasikan.
“Informasi yang kami terima, saat alat itu dibeli sudah ada pengajuan izin ke Kementerian Lingkungan Hidup dan saat ini masih dalam proses,” kata Denny.
Bahkan, satu unit tambahan insinerator hasil limpahan dari RSUD H Moh Ruslan Mataram juga tengah menunggu izin sebelum diuji coba.
Efektif Kurangi Sampah
Hasil uji coba awal memberi harapan. Dari 3–5 ton sampah yang dibakar, hanya tersisa residu 9–10 kilogram per hari. Artinya, beban TPA Kebon Kongok di Kabupaten Lombok Barat bisa jauh berkurang.
“Itu tentu sangat baik karena bisa mengurangi sampah yang dibuang ke TPA,” tutur Denny.
Namun, DLH tetap menekankan aspek keamanan. Semua insinerator wajib lulus uji emisi dan bebas asap agar tidak menimbulkan risiko kesehatan maupun pencemaran udara.
BACA JUGA: Dinkes Sebut Hanya 1 SPPG di Gunungkidul Mengantongi SLHS
Kendala Anggaran
Sementara itu, opsi lain seperti membangun TPST modern masih terbentur anggaran. Untuk satu unit TPST, dibutuhkan lahan luas dan biaya sekitar Rp100 miliar.
“Dengan kebutuhan anggaran itu, kami di daerah belum mampu kecuali ada dukungan dana dari pemerintah,” imbuhnya.
Meski belum sepenuhnya mulus, langkah Mataram menguji coba insinerator zero emisi ini menjadi gambaran betapa kota sedang berpacu dengan waktu untuk menuntaskan masalah klasik: sampah yang tak kunjung habis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara