Ilustrasi waste to energy, atau sampah jadi energi. / Freepik
Harianjogja.com, JOGJA—Produksi sampah DIY rata-rata hanya 700 ton per hari, sedangkan program Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) alias Waste to Energy (WTE) butuh 1.000 ton. Pemda masih menimbang untung-rugi program ini.
Ketika menerapkan program ini pun otomatis fasilitas pengolahan sampah lainnya yang telah dibangun daerah kemungkinan berhenti.
Sekda DIY, Ni Made Dwipanti Indrayanti, menjelaskan sesuai namanya, program PSEL akan menangani sampah menjadi energi listrik, dengan syarat minimal 1.000 ton sampah per hari. Ia memandang program dari pemerintah pusat ini ada positif dan negatifnya, sehingga Pemda DIY pun saat ini belum memutuskan kelanjutan program ini.
“Positifnya kita tidak perlu [berpikir] soal sampah. Tidak ada pemilahan, langsung jadi energi listrik. Persoalannya itu kontrak 30 tahun. Jadi kalau sudah sepakat, dalam jangka waktu 30 tahun komitmennya per hari harus menyiapkan 1.000 ton sampah,” ujarnya, Rabu (1/10/2025).
Sedangkan produksi sampah dari Kota Jogja, Sleman dan Bantul yang biasa masuk TPA Piyungan selama ini rata-rata hanya 700 ton per hari. Jumlah tersebut memang masih bisa bertambah sekitar 1.300 ton per hari jika sampah dari Sleman dan Bantul dimaksimalkan.
“Kalau kita tidak memenuhi syarat ada punishment. Karena ini kan juga usaha, ada profit di situ. Nah untuk mengkonsistensikan jumlah itu kita tidak bisa menjamin. Sedangkan kabupaten-kota itu kan sudah dengan berbagai cara, salah satunya dengan RDF, mengolah sampah menjadi bahan bakar. Itu kan juga termasuk pemberdayaan,” katanya.
BACA JUGA: Bus Gratis untuk Siswa Disabilitas di Kulonprogo Ringankan Orang Tua
Pemda DIY menurutnya ingin pengolahan sampah bisa lebih beragam, tidak semuanya menjadi energi listrik mengingat DIY saat ini juga sudah oversupply energi listrik. “Misalnya bisa listrik, bisa biomassa. Tapi ini kan bicara perusahaan dan investor yang memang punya syarat sendiri,” ungkapnya.
Ketika memutuskan untuk mengambil program ini artinya berbagai fasilitas pengolahan sampah yang telah dibangun di kabupaten dan kota selama ini kemungkinan tidak lagi difungsikan karena untuk mendukung pasokan sampah 1.000 ton per hari.
Meski demikian PSEL secara normatif kemungkinan baru bisa mulai beroperasi pada 2028 meski bisa dipercepat. Sampai PSEL bisa beroperasi, DIY harus terus mengelola sampah dengan fasilitas pengolahan sampah yang sudah ada.
Sedangkan ketika memutuskan tidak mengambil program ini, maka DIY harus siap untuk mengelola sampah sendiri. “Kemarin saya sudah minta ke wali kota dan bupati untuk berdiskusi, existing seperti apa, kekhawatirannya seperti apa, ketika kita tidak mengambil kita punya apa. Pemerintah pusat akan lepas tangan, kita harus mandiri,” ujarnya.
Maka saat ini pihaknya beserta Pemkab Sleman, Bantul dan Pemkot Jogja masih dalam proses pembahasan persoalan ini. “Tapi tetap harus cepat. Mungkin minggu depan sudah ada keputusannya,” katanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, Kusno Wibowo, menuturkan dengan kondisi tersebut, dibutuhkan komitmen dari semua pihak khususnya Pemkot Jogja, Pemkab Sleman dan Pemkab Bantul jika akan melanjutkan program ini.
“Masih butuh koordinasi untuk komitmennya daerah dalam hal ini Kota Jogja, Sleman dan Bantul untuk peminatan terhadap rencana program pemerintah PSEL. Mungkin minggu depan DIY ketemu dengan pemerintah kabupaten-kota untuk pembahasan terkait itu,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News