Pekan silam, Jakarta meresmikan penerapan sistem pengaturan lalu lintas berbasis kecerdasan buatan atau AI. Metode yang dikenal sebagai Intelligent Traffic Control System (ITCS) berbasis Artificial Intelligence itu digunakan untuk mengurai kemacetan yang selama ini menjadi keluhan sebagian besar warga di Jakarta.
ITCS, kabarnya, mampu mendeteksi jenis kendaraan, pelat nomor, dan pelanggaran lalu lintas melalui Recognition System, dan memprediksi volume kendaraan dan mengatur waktu lampu lalu lintas secara otomatis lewat Predictive System. Pemprov DKI Jakarta mengandalkan sistem baru tersebut melalui layar pemantauan. Harapannya, peringkat kemacetan Jakarta turun pada TomTom Traffic Index akan turun drastis dari urutan ke-30 menjadi ke-90 tahun depan.
ITCS adalah bagian dari implementasi Sistem Manajemen Transportasi Cerdas, sesuai Peraturan Menteri Perhubungan RI No.76/2021. Tak hanya membantu mengurai kemacetan, sistem ini juga membantu menurunkan emisi karbon dan konsumsi BBM, sehingga lebih ramah lingkungan.
ITCS hingga kini terpasang di 65 titik persimpangan jalan protokol dari total 321 titik. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, telah menginstruksikan agar pemasangan alat pemantau ITCS itu diperluas secara bertahap. Karena, menurut dia, dengan titik yang terbatas saja, manfaatnya sudah terasa. “Artinya, langkah kita sudah benar. Ke depan, sistem ini akan terus kami kembangkan.”
Selain memanfaatkan teknologi, Pemprov DKI juga menertibkan proyek jalan yang kerap menghambat lalu lintas. Gubernur menegaskan proyek-proyek yang mangkrak atau lambat pengerjaannya segera ditangani dan dipercepat. Dia sudah minta agar pekerjaan seperti penggalian jangka panjang yang sempat viral ditertibkan. Semuanya, menurut dia, akan koordinasi dengan kementerian agar proyek yang belum selesai dapat segera dibuka kembali.
‘Otak’ ITCS) atau yang sering juga disebut Intelligent Transportation System (ITS) atau Area Traffic Control System (ATCS) adalah rangkaian teknologi canggih yang digunakan untuk mengelola dan mengoptimalkan aliran lalu lintas secara real-time alias seketika. Sistem ini mengintegrasikan sensor, kamera, komunikasi, analisis data (seringkali dengan kecerdasan buatan/AI), dan kontrol otomatis untuk meningkatkan efisiensi, keselamatan, dan kenyamanan dalam sistem transportasi.
ITCS bekerja dengan mengumpulkan data lalu lintas secara terus-menerus dan menganalisisnya untuk mengambil keputusan otomatis. Komponen utama ITCS meliputi Sensor Deteksi Lalu Lintas, berupa kamera CCTV, loop detector di bawah jalan, ataupun sensor radar yang mendeteksi volume kendaraan, kecepatan, dan kepadatan lalu lintas di setiap persimpangan.
Selain itu, terdapat pusat kendali lalu lintas (traffic management center), yang berupa sebuah ruangan atau sistem komputer tempat semua data dari sensor dan kamera dikumpulkan, dianalisis, dan ditampilkan di layar pemantauan. Operator atau sistem AI akan memantau kondisi lalu lintas.
Berbeda dengan lampu lalu lintas tradisional yang memiliki durasi tetap, ITCS menyesuaikan durasi lampu hijau/merah secara dinamis berdasarkan kondisi lalu lintas yang terdeteksi di setiap kaki simpang. Jika satu arah sangat padat, waktu lampu hijau akan diperpanjang secara otomatis. Perangkat itu dikenal sebagai sistem kendali lampu lalu lintas adaptif.
ITCS tidak hanya mengatur satu simpang, tetapi juga mengkoordinasikan lampu lalu lintas di simpang-simpang terdekat untuk menciptakan "gelombang hijau" (green wave) yang memungkinkan kendaraan bergerak tanpa henti melalui beberapa simpang. Beberapa sistem ITCS canggih bahkan dapat mendeteksi kedatangan bus atau angkutan umum dan memberikan prioritas lampu hijau untuk memperlancar perjalanan transportasi publik.
Data yang terkumpul dapat digunakan untuk analisis jangka panjang guna perencanaan infrastruktur dan kebijakan lalu lintas yang lebih baik, serta dapat diintegrasikan dengan sistem lain seperti tilang elektronik (ETLE).
Manfaat Penerapan ITCS
Manfaat ITCS secara nyata adalah pengurangan kemacetan dengan cara menyesuaikan durasi lampu secara dinamis dan mengkoordinasikan persimpangan dapat mengurangi waktu tunggu dan kemacetan. Di samping itu, dilakukan pula pemantauan real-time dan respons cepat terhadap insiden (kecelakaan, mogok) dapat mengurangi risiko kecelakaan.
Manfaat lainnya adalah untuk meningkatkan secara agregat efisiensi bahan bakar dan pengurangan emisi kendaraan bermotor. Aliran lalu lintas yang lebih lancar jelas akan mengurangi waktu henti kendaraan atau pergerakan yang lambat, sehingga menghemat bahan bakar dan mengurangi polusi udara.
ITCS juga meningkatkan pengalaman berkendara, sehingga perjalanan menjadi lebih lancar dan nyaman bagi pengguna jalan. Kemudian, ketersediaan data yang akurat membantu pemerintah dalam pengambilan keputusan dan perencanaan tata kota serta transportasi.
Jakarta memang menjadi salah satu kota terdepan dalam implementasi ITCS dengan skala yang cukup besar. Namun, banyak kota lain di Indonesia yang juga telah menerapkan atau sedang mengembangkan sistem serupa (sering disebut ATCS - Area Traffic Control System) untuk mengelola lalu lintas mereka.
Selain Jakarta, beberapa kota di negeri ini, kabarnya, telah menerapkan ITCS/ATCS antara lain Bandung, Surabaya, Medan, Batam, Ambon, Bandar Lampung, Semarang, Makassar, Palembang, dan Jogja! Tapi coba lihat, manakah di kota-kota tersebut yang tidak macet? Hampir semuanya muacet.
Bandung bahkan telah menerapkan ATCS sejak lama (bahkan konon diresmikan pada 1997) dan terus mengembangkannya. Surabaya yang dikenal sebagai salah satu kota pelopor smart city di Indonesia, juga telah relatif lama mengimplementasikan sistem kontrol lalu lintas cerdas untuk mengatasi kemacetan.
Memang sejumlah kota besar itu telah menerapkan ATCS, tetapi itu ‘hanya’ sistem pintar, namun bukan berbasis kecerdasan buatan (AI), masih berbasis komputer analog, sehingga tidak mampu melakukan prediksi maupun analisis terhadap fenomena yang terjadi. Jadi ya, maaf, kemacetan semakin nganyelke.
Beberapa persimpangan di Jogja, misalnya, diketahui telah dilengkapi dengan sistem lampu lalu lintas adaptif dan CCTV yang terhubung ke pusat kendali. Penerapan ITCS/ATCS di kota-kota tadi menunjukkan upaya dan komitmen pemerintah daerah untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan transportasi publik, meskipun tantangan dalam pemeliharaan dan pengembangan sistem ini masih terus ada.
Pertanyaannya kini adalah, penerapan ITCS/ATCS sudah dilakukan di sejumlah kota di Indonesia, tapi kok kemacetan di pelbagai kota tersebut kian parah dari hari ke hari? Apakah hal itu berarti sistem tersebut tidak efektif?
Jawabannya ya itu tadi, sistem yang diterapkan masih analog. Ke depannya, ITCS juga dirancang untuk terintegrasi dengan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE). Jadi, pelanggaran lalu lintas bisa langsung terekam dan ditindak secara otomatis.
Meskipun ITCS/ATCS telah diterapkan di banyak kota di Indonesia, kemacetan justru terasa kian parah. Ini bukan berarti sistem tersebut tidak efektif secara inheren, melainkan ada banyak faktor lain yang juga berkontribusi pada kemacetan dan sering kali melebihi kapasitas penanganan ITCS.
Misalnya, pertumbuhan volume kendaraan yang eksponensial merupakan penyebab utama belum berhasilnya ITCS ini. Jumlah kendaraan pribadi (mobil dan motor) di kota-kota besar Indonesia terus bertambah dengan sangat cepat, jauh melebihi laju pembangunan atau penambahan kapasitas jalan. ITCS dirancang untuk mengoptimalkan aliran lalu lintas yang ada, tetapi ia memiliki batas kapasitas. Jika volume kendaraan sudah melampaui kapasitas jalan yang tersedia, ITCS hanya bisa meminimalisir kemacetan, bukan menghilangkannya.
Di banyak kota, ITCS/ATCS belum terpasang di semua persimpangan penting atau belum terintegrasi secara menyeluruh di seluruh jaringan jalan kota. Jakarta, misalnya, baru memiliki sekitar 65 dari 321 persimpangan yang dilengkapi ITCS (data 2024). Ini berarti masih banyak "titik-titik hitam" atau persimpangan yang diatur secara manual atau dengan waktu tetap, yang bisa menjadi hambatan bagi kelancaran lalu lintas secara keseluruhan.
Selain itu, infrastruktur jalan di sejumlah kota pun belum memadai. Lebar jalan yang tidak ideal, banyaknya bottleneck, ketiadaan jalur khusus yang memadai untuk angkutan umum, serta kurangnya alternatif jalur yang efisien dapat membatasi efektivitas ITCS. Sistem ini hanya bisa bekerja optimal jika infrastruktur dasarnya mendukung.
Belum lagi, banyaknya gangguan non-teknis yang menjadi ancaman laten bagi penerapan ITCS. Misalnya parkir sembarangan. Banyak kendaraan yang parkir di bahu jalan atau di tempat yang bukan peruntukannya, sehingga mengurangi kapasitas jalan. Selain itu, keberadaan pedagang kaki lima atau pasar tumpah di sekitar persimpangan atau ruas jalan juga sering menjadi pemicu kemacetan.
Hal lai yang juga ‘mencegah’ ITCS berfungsi optimal adalah maraknya aktivitas pekerjaan umum. Proyek pembangunan infrastruktur (misalnya galian kabel, proyek air, pembangunan MRT/LRT) seringkali tidak terkoordinasi dengan baik, menutup sebagian ruas jalan dan menyebabkan hambatan lalu lintas.
Rendahnya disiplin pengguna jalan juga menjadi faktor penghambat implementasi ITCS. Pelanggaran lalu lintas seperti menerobos lampu merah, menyerobot antrean, berhenti di kotak kuning, atau tidak patuh rambu lalu lintas dapat mengganggu efektivitas sistem adaptif ITCS. Ditambah lagi manajemen angkutan umum yang cenderung selalu amburadul. Kurangnya transportasi umum yang nyaman, aman, dan terintegrasi membuat masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi, menambah volume lalu lintas.
Sistem ITCS adalah teknologi kompleks yang membutuhkan pemeliharaan rutin dan SDM yang terlatih. Kendala seperti ketersediaan listrik yang tidak stabil, anggaran pemeliharaan yang terbatas, atau kurangnya personel yang kompeten dapat menyebabkan kerusakan peralatan atau sistem tidak berfungsi optimal.
Idealnya, ITCS terintegrasi dengan sistem informasi transportasi lain (misalnya informasi bus real-time, electronic road pricing, atau sistem tilang elektronik) untuk memberikan solusi yang lebih holistik. Namun, integrasi semacam itu masih dalam tahap pengembangan di banyak kota.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News