Salah satu TK di Bantul yang mengajak siswa/siswinya untuk ke mengunjungi Festival Literasi yang digelar Pemkab Bantul . Kiki Luqman
Harianjogja.com, BANTUL—Festival Literasi yang digelar Pemerintah Kabupaten Bantul menjadi ruang pertemuan berbagai elemen masyarakat, mulai dari pelajar, penerbit buku, Taman Baca Masyarakat (TBM), UMKM, hingga lembaga pendidikan dan perbankan.
Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini diharapkan mampu mendorong budaya membaca sekaligus menguatkan literasi masyarakat Bantul. Festival digelar di halaman Pendopo Parasamya Kompleks Perkantoran Pemkab Bantul pada Rabu 1 Oktober hingga Jumat 3 Oktober 2025.
BACA JUGA: Indeks Pembangunan Literasi Bantul Tertinggi Kedua di DIY Setelah Jogja
Plt Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Bantul, Sukrisna Dwi Susanta, menyampaikan tujuan utama festival ini ialah menumbuhkan minat baca sejak dini.
“Intinya agar anak-anak kita mencintai buku, senang membaca, dan dari situ ilmu yang didapat bisa dipakai dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya, Rabu (1/10/2025).
Ia menambahkan, literasi tidak hanya berhenti pada kebiasaan membaca, tetapi juga diarahkan pada praktik nyata.
“Misalnya di Pucangsari ada pengrajin batik. Anak-anak muda belajar membatik dari buku, memahami manajemen pemasaran, hingga menjual hasil karya. Jadi membaca itu bisa diterapkan untuk meningkatkan kesejahteraan,” jelasnya.
Festival ini diikuti sekitar 65 stand dengan peserta beragam. Mulai dari penerbit buku, UMKM, TBM, sekolah, pondok pesantren, hingga lembaga seperti KPU dan Bawaslu turut berpartisipasi.
“Masyarakat bisa mengunjungi tenda-tenda untuk mengenal buku, membeli karya UMKM, sekaligus melihat bagaimana literasi bisa mendukung kehidupan sosial melalui perpustakaan berbasis inklusi sosial,” kata Sukrisna.
Selain literasi, festival ini juga menampilkan karya seni dan budaya dari pelajar.
Guru Seni Budaya SMPN 1 Piyungan, Agung Riyanto, mengatakan siswanya membawa karya penelitian dan pameran literasi ke ajang ini.
“Ada karya tulis, antologi puisi guru, hingga penelitian anak-anak seperti ekstraksi pucuk merah untuk pewarna batik,” ujarnya.
Tak hanya itu, SMPN 1 Piyungan juga mengenalkan kearifan lokal lewat tradisi Kupatan Jolosutro, peristiwa budaya tahunan yang melibatkan kebersamaan warga.
Katanya Jolosutro, merupakan wujud syukur atas limpahan berkah dari Tuhan, terutama terkait pertanian mereka, serta untuk mempererat kebersamaan.
“Kami wujudkan dalam bentuk gunungan berisi kupat. Anak-anak kami libatkan langsung dalam peristiwa budaya tersebut. Jadi mereka tidak hanya membaca, tapi ikut terjun mempraktikkannya,” kata Agung.
Menurutnya, minat siswa terhadap budaya sangat tinggi. Hal ini sejalan dengan visi sekolah berbasis budaya dan ramah anak.
“Kalau sekolah lain ada yang berbasis olahraga, kami konsisten menekankan pada budaya. Anak-anak aktif mengenal, melestarikan, dan mempraktikkan tradisi lokal,” pungkasnya.
Festival Literasi Bantul diharapkan menjadi momentum lahirnya generasi cerdas, berakhlak mulia, dan berkepribadian Indonesia, sekaligus menyongsong visi Indonesia Emas 2045.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News