Jakarta (ANTARA) - Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat kerap hidup berdampingan dengan sahabat, tetangga, rekan kerja, atau bahkan anggota keluarga yang memiliki keyakinan berbeda. Perbedaan agama bukanlah penghalang untuk saling menghormati dan menjaga keharmonisan sosial.
Namun, muncul pertanyaan ketika seorang non-Muslim di akhir hayatnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Apakah ia otomatis menjadi seorang Muslim dan mendapatkan surga?
Rasulullah SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dalam Sunan-nya:
عَنْ مُعَاذَ بْنِ جَبَلٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَ آخِرَ كَلَامِهِ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Siapa pun yang akhir ucapannya (ketika menjelang ajal) kalimat La ilaha illallah, maka ia masuk surga.” (HR. Abu Daud).
Hadits ini sekilas menunjukkan betapa besar kedudukan kalimat tauhid. Namun, ulama memberikan penjelasan agar tidak dipahami secara sederhana.
Baca juga: Bacaan Syahadat dalam tulisan arab dan latin
Pandangan ulama klasik
Syekh Abu al-Hasan al-Sindi dalam kitab Fath al-Wadud fi Syarh Sunan Abi Daud menjelaskan bahwa seseorang yang diberi kesempatan mengucapkan kalimat tauhid di akhir hayatnya adalah tanda bahwa Allah menganugerahkan ampunan dan kasih sayang kepadanya.
Adapun ulama salaf memiliki beragam penafsiran. Imam al-Hasan al-Bashri berpendapat, hadits tersebut berlaku bagi orang yang mengucapkan kalimat tauhid sekaligus menunaikan hak dan kewajiban agama. Sementara Imam al-Bukhari memahami bahwa hadits ini berlaku bagi orang yang bersyahadat dengan penuh taubat dan penyesalan, kemudian meninggal dalam keadaan itu.
Pandangan Ahlussunah wal Jama’ah
Dalam pandangan Ahlussunah wal Jama’ah, sebagaimana dijelaskan oleh al-Qadhi ‘Iyadh dalam Ikmal al-Mu’allim bi Fawaid Shahih Muslim, setiap orang yang wafat dalam keadaan iman serta mengucapkan syahadat dengan ikhlas dari hati akan masuk surga. Namun, jika masih memiliki dosa, hal itu berada dalam kehendak Allah Ta’ala, apakah akan diampuni atau terlebih dahulu diazab.
Syarat masuk Islam
Para ulama fikih juga menegaskan bahwa seorang non-Muslim tidak dapat dikatakan masuk Islam hanya dengan lafaz “La ilaha illallah”, melainkan harus disertai dua kalimat syahadat secara lengkap. Zainuddin al-Malibari dalam Fath al-Mu’in menegaskan bahwa pengucapan syahadatain (dua kalimat syahadat) menjadi syarat mutlak bagi seseorang untuk sah masuk Islam.
Namun, sebagian ulama lain seperti dalam kitab Irsyad al-‘Ibad ila Sabil al-Rasyad menyebut cukup dengan ucapan “La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah”, tanpa harus mendahului dengan lafaz “asyhadu”.
Baca juga: Pengertian dan makna dua kalimat syahadat
Pandangan ulama kontemporer
Ulama Indonesia, Buya Yahya, dalam salah satu tausiyahnya menegaskan bahwa siapa pun yang masih memiliki kesadaran lalu dengan sukarela membaca syahadat sebelum meninggal, maka ia dianggap sebagai Muslim. Walaupun jasadnya dikuburkan dengan tata cara agama selain Islam, secara syariat ia berstatus Muslim dan berhak mendapatkan hak-hak keislaman, termasuk dishalatkan secara ghaib sebagaimana Nabi Muhammad SAW menyalatkan Raja Najasyi yang wafat di negeri Habasyah.
Kesimpulan
Dengan demikian, jika seorang non-Muslim mengucapkan syahadat secara sadar dan tulus sebelum meninggal, maka ia dianggap masuk Islam menurut syariat. Adapun urusan diterimanya amal dan tempatnya di akhirat sepenuhnya merupakan rahmat dan kehendak Allah SWT.
Baca juga: Memahami keutamaan syahadat dan waktu yang tepat untuk melafalkannya
Baca juga: Kenapa menikah harus baca Syahadat?
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.