Nikah siri dalam syariat Islam: Syarat, tata cara, dan hukumnya

1 month ago 22

Jakarta (ANTARA) - Praktik nikah siri hingga kini masih menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Sebagian orang menjadikannya sebagai solusi cepat untuk melangsungkan pernikahan sesuai dengan syariat Islam, terutama ketika menghadapi kendala tertentu dalam proses resmi.

Namun, meskipun sah secara agama, pernikahan ini tetap menimbulkan persoalan hukum dan sosial karena tidak tercatat oleh negara. Kondisi tersebut seringkali mempengaruhi hak-hak pasangan maupun anak yang lahir dari pernikahan siri. Berikut penjelasannya.

Pengertian nikah siri

Nikah siri adalah pernikahan yang dilangsungkan sesuai syariat Islam dengan memenuhi rukun dan syarat, tetapi tidak dicatatkan secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA). Secara agama, pernikahan ini tetap dianggap sah dan dapat dijalankan oleh pasangan yang terikat dalam ikatan tersebut.

Namun, pernikahan siri tidak memiliki kekuatan hukum negara sehingga menimbulkan berbagai persoalan. Pasangan, terutama istri dan anak, berisiko tidak memperoleh perlindungan hukum maupun hak administratif, seperti akta nikah, status hukum, hingga hak waris yang seharusnya dijamin oleh negara.

Baca juga: Akademisi: Nikah siri ditulis di KK bentuk perlindungan warga negara

Syarat sah nikah siri dalam Islam

Menurut syariat Islam, nikah siri sah apabila memenuhi syarat dan rukunnya, yaitu:

• Kedua mempelai beragama Islam.

• Adanya wali nikah dari pihak perempuan.

• Adanya ijab qabul yang sah.

• Kehadiran dua orang saksi laki-laki yang adil.

Selain itu, syarat tambahan juga berlaku, seperti calon pengantin perempuan tidak sedang dalam masa iddah, tidak adanya paksaan, serta hubungan kedua mempelai bukan termasuk mahram. Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, maka pernikahan dinyatakan tidak sah menurut agama.

Baca juga: Menelisik hukum nikah siri dalam Islam dan negara

Tata cara pelaksanaan nikah siri

Proses nikah siri umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan pernikahan yang tercatat di KUA. Tata caranya meliputi:

• Memperoleh izin dari wali sah pihak perempuan.

• Menyiapkan mahar atau mas kawin sesuai kemampuan calon mempelai laki-laki.

• Melaksanakan akad nikah yang dipandu oleh tokoh agama atau penghulu.

• Dihadiri oleh minimal dua saksi laki-laki yang adil.

Meski sederhana, pelaksanaan nikah siri tetap harus memperhatikan syarat sah pernikahan agar tidak menyalahi aturan agama.

Baca juga: Cara legalkan nikah siri agar diakui negara

Pandangan hukum Islam dan negara

Dalam Islam, mayoritas ulama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan bahwa nikah siri sah secara agama apabila semua rukun dan syaratnya terpenuhi. Namun, bila pernikahan tersebut menimbulkan mudarat, seperti merugikan pihak istri atau anak, hukumnya bisa menjadi haram.

Sementara itu, dalam perspektif hukum nasional, pernikahan wajib dicatatkan di KUA berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Jika tidak dicatatkan, pernikahan dianggap tidak sah secara hukum negara. Hal ini berdampak pada:

• Tidak adanya akta nikah sebagai dokumen resmi.

• Istri dan anak tidak mendapatkan hak hukum, seperti hak waris, nafkah, maupun perlindungan dari negara.

• Kesulitan dalam mengurus administrasi, seperti akta kelahiran anak, KTP, maupun KK.

Baca juga: Perempuan dan anak rentan dirugikan, ini risiko nikah siri

Pandangan ulama dan sejarah

Dalam sejarah Islam, pernah terjadi praktik pernikahan tanpa saksi yang cukup. Umar bin Khattab, salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, menolak keras pernikahan tersebut bahkan menyamakannya dengan zina. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan saksi dan pencatatan pernikahan sangat penting demi menjaga keabsahan dan perlindungan hak pihak yang terlibat.

Di Indonesia, aturan pencatatan perkawinan dimaksudkan untuk melindungi semua pihak dalam pernikahan, terutama perempuan dan anak. Oleh karena itu, pemerintah mendorong setiap pasangan untuk menikah secara sah menurut agama sekaligus tercatat resmi di KUA.

Nikah siri sah secara syariat Islam jika memenuhi syarat dan rukun pernikahan, namun tidak sah secara hukum negara karena tidak tercatat. Konsekuensinya, pasangan dan anak yang lahir dari pernikahan tersebut tidak memperoleh perlindungan hukum maupun hak administratif.

Meskipun sebagian orang memilih nikah siri karena alasan praktis atau kondisi tertentu, pernikahan yang paling dianjurkan adalah yang sah secara agama sekaligus tercatat di negara. Dengan begitu, hak-hak semua pihak terlindungi, baik secara syar’i maupun hukum positif.

Baca juga: Sebanyak 82 pasangan ikuti nikah massal Tangerang Ngebesan

Baca juga: Nikah siri dalam Islam, sah tapi tak diakui negara? Ini penjelasannya

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |