Foto ilustrasi pengibaran bendera bajak laut dalam serial anime One Piece di depan rumah warga. / Foto dibuat menggunakan Artificial Intelligence ChatGPT
Harianjogja.com, JAKARTA –Aksi demonstrasi besar-besaran di Peru yang dilakukan kalangan Gen Z juga mengibarkan bendera One Piece pada Sabtu (28/9/2025).
Demo generasi muda di Peru ini dilakukan untuk menentang pemerintahan Presiden Dina Boluarte, menyusul demonstrasi pekan lalu di ibu kota yang berujung bentrok dengan aparat keamanan dan menyebabkan belasan polisi, pengunjuk rasa, serta jurnalis terluka.
BACA JUGA: Demo Kasus Keracunan MBG, Emak-Emak di Jogja Bawa Panci hingga Teflon
Melansir dari Bisnis, Senin (29/9/2025), gelombang protes terbaru dipicu reformasi sistem pensiun yang disahkan 20 September lalu, mewajibkan seluruh warga berusia di atas 18 tahun menjadi peserta penyedia dana pensiun.
Namun kemarahan publik tidak hanya soal kebijakan itu, melainkan juga akumulasi kekecewaan terhadap Boluarte dan parlemen yang dianggap sarat korupsi serta gagal memberi perlindungan ekonomi dan keamanan.
Pengamat politik Peru dari Princeton University Jo-Marie Burt mengatakan demonstrasi ini merupakan ujun dari ketidakpuasan ini sudah lama terpendam, dipicu skandal korupsi, ketidakpastian ekonomi, melonjaknya kriminalitas, hingga ketiadaan akuntabilitas atas puluhan warga sipil yang tewas sejak Boluarte naik ke tampuk kekuasaan pada akhir 2022.
Survei terbaru Institute of Peruvian Studies pada Juli menunjukkan dukungan publik terhadap Boluarte hanya 2,5%, sementara parlemen lebih rendah lagi, yakni 3%. Kerusuhan juga berdampak pada sektor vital.
Perusahaan tambang Hudbay Minerals terpaksa menghentikan sementara operasinya di Peru, produsen tembaga terbesar ketiga dunia sekaligus pemasok utama emas dan perak.
Di jalanan, para demonstran Gen Z ini berdemo dengan membawa bendera ikonik dari manga One Piece, bendera yang sama dalam aksi di Indonesia dan Nepal. “Luffy membebaskan rakyat dari penguasa korup. Itu melambangkan kondisi banyak negara, termasuk Peru sekarang,” kata Leonardo Munoz, salah satu demonstran muda.
Menurut data resmi, 27% populasi Peru berusia 18–29 tahun. “Kami lelah dengan normalisasi kematian, korupsi, dan pemerasan. Pemerintah yang dipilih rakyat seharusnya takut pada rakyat, bukan sebaliknya,” ujar Santiago Zapata, mahasiswa yang ikut turun ke jalan.
Para analis menilai gejolak ini mencerminkan tren kemunduran demokrasi global. Upaya pemerintahan Boluarte melemahkan pengadilan dan lembaga pengawas dinilai mirip strategi Presiden Alberto Fujimori pada 1990-an untuk mengokohkan kekuasaan otoriter.
Namun, sejarah Peru menunjukkan demonstrasi rakyat mampu mencegah lembaga demokrasi diambil alih bahkan menjatuhkan presiden. “Kekuatan demokrasi bisa muncul secara tak terduga. Pertanyaannya, apakah gerakan ini bisa bertahan dalam jangka panjang. Opera ini belum berakhir,” tegas Burt.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com