Aparat Akan Ringkus Bos Buronan Lain Seusai Tangkap Adrian Gunadi

15 hours ago 3

Aparat Akan Ringkus Bos Buronan Lain Seusai Tangkap Adrian Gunadi Foto ilustrasi penangkapan pelaku tindak kejahatan. - Foto dibuat menggunakan Artificial Intelligence ChatGPT

Harianjogja.com, JAKARTA—Pelarian Adrian Gunadi di Qatar berakhir setelah Interpol menciduk dan membawanya kembali ke Indonesia untuk menjalani proses hukum. Setelah eks bos Investree, aparat penegak hukum memburu buronan lainnya, seperti bos WanaArtha Life dan Kresna Life.

Adrian Asharyanto Gunadi, mantan Direktur Utama PT Investree Radhika Jaya, tiba di Indonesia dan mendarat di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten pada Jumat (26/9/2025). Interpol Indonesia mengejarnya dari Rabu (24/9/2025) di Qatar dan berhasil memboyongnya kembali ke Indonesia.

Dia tiba di bandara mengenakan kemeja putih dan borgol di tangan, melewati serangkaian pemeriksaan, baru kemudian menggunakan rompi oranye bertuliskan "Tersangka OJK".

Setelah mendarat di Terminal 1, Adrian dibawa ke Gedung 600 yang merupakan kantor PT Angkasa Pura Indonesia. Di sana, aparat penegak hukum dan OJK menunjukkan Adrian kepada awak media selama beberapa menit untuk dipotret dan direkam, kemudian dibawa kembali ke luar ruangan. Adrian tidak memberikan pernyataan apapun, lalu konferensi pers soal kasus Investree dimulai.

Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK Yuliana menjelaskan bahwa Adrian melakukan penghimpunan dana masyarakat secara melanggar ketentuan senilai Rp2,7 triliun. Penggelapan dana itu dilakukan dalam kurun Januari 2022—Maret 2024.

BACA JUGA: KLH Siap Lindungi Ahli Diancam Gugatan Hukum

"Tersangka diduga menggunakan PT Radhika Persada Utama [RPU] dan PT Putra Radhika Investama [PRI] sebagai special purpose vehicle untuk menghimpun dana ilegal dengan mengatasnamakan PT Investree Radhika Jaya [Investree]. Dana tersebut kemudian digunakan antara lain untuk kepentingan pribadi," ujar Yuliana dalam konferensi pers, Jumat (26/9/2025).

Adrian disebut tidak kooperatif dan justru berada di Doha, Qatar. Menurut Yuliana, Penyidik OJK kemudian menetapkan Adrian sebagai tersangka, dan melalui koordinasi intensif dengan Korwas PPNS Bareskrim Polri serta Divisi Hubungan Internasional Polri, diterbitkan daftar pencarian orang (DPO) dan Red Notice pada 14 November 2024.

"Dalam hal ini Kementerian Hukum dan Kementerian Luar Negeri juga mengupayakan jalur G to G [government to government] berupa permohonan ekstradisi kepada pemerintah Qatar. Selanjutnya, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan telah pula menetapkan pencabutan paspor tersangka," ujar Yuliana.

Proses pemulangan Adrian dilakukan melalui mekanisme kerja sama NCB to NCB serta kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Luar Negeri dan KBRI di Qatar.

OJK juga terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri terkait laporan korban pinjol Investree yang masuk ke Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya.

"Saat ini, tersangka merupakan tahanan OJK yang dititipkan di Rutan Bareskrim Polri untuk proses hukum lebih lanjut," ujar Yuliana.

Sekretariat National Central Bureau Interpol (Ses NCB INTERPOL) Polri Brigjen Pol Untung Widyatmoko menjelaskan bahwa salah satu tantangan penangkapan adalah karena Adrian berstatus warga tetap atau permanent resident Qatar. Kepolisian Indonesia pun harus berkoordinasi dengan Interpol maupun pemerintah Qatar untuk bisa menangkap tersangka penggelapan dana itu.

"Kenapa lama? Alasannya karena yang bersangkutan memiliki permanent residence atau izin tinggal di Doha [Qatar]. Dan kami tidak berputus asa untuk terus melakukan upaya-upaya, karena pihak Qatar meminta [proses pemulangan Adrian ke Indonesia] untuk dilakukan secara non-formal channel atau secara diplomatic channel," ujar Untung dalam konferensi pers pada Jumat (26/9/2025).

Kronologi Penangkapan Adrian Gunadi di Qatar

Untung menjelaskan bahwa proses penyelidikan berlangsung cukup panjang. Sejak kasus gagal bayar Investree bergulir, Adrian sudah menyiapkan diri untuk pergi ke luar negeri, bahkan sejak kepolisian menjalin komunikasi dari 2023, Adrian sudah bolak-balik Indonesia—Qatar.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kemudian menetapkan Adrian sebagai buronan pada 14 Februari 2024. Sejak saat itu, menurut Untung, Adrian resmi kabur ke Qatar dan menetap di sana.

Pihak kepolisian Indonesia kemudian mengangkat soal kasus itu dalam sidang umum atau Interpol General Assembly pada November 2024 di Glasgow, Inggris. Di sana, pihak Indonesia berkoordinasi Interpol Qatar untuk memproses penangkapan Adrian.

Untung menjelaskan bahwa Indonesia mendorong penangkapan dengan police-to-police (P2P) cooperation, karena prosesnya bisa lebih singkat. Menurutnya, penangkapan dan pemulangan Adrian melalui cara ekstradisi butuh waktu lama, paling cepat bahkan sekitar delapan tahun.

"Semenjak kami menjalin kerja sama hingga terakhir di Interpol Asian Regional Conference, kami menagih janji ke Executive Director of Asean, Kolonel Ali Muhammad Al-Ali, beliau Head of NCB Doha. Dan alhamdulillah kerja sama itu dibuktikan komitmennya, sehingga kami ke sana walaupun ada hambatan-hambatan, obstacle, tetapi berhasil pula kami lewati," ujar Untung.

Dia juga mengungkap bahwa perbedaan sistem hukum antara Indonesia dan Qatar menjadi tantangan tersendiri, sehingga kerja sama dengan pihak Interpol Qatar menjadi salah satu aspek penting keberhasilan penangkapan Adrian. Ia berada di Qatar dan menjabat sebagai CEO JTA Investree di sana. Hal tersebut diketahui dari laman resmi JTA Investree Doha.

"Operator global dan wirausahawan berpengalaman. Memimpin pertumbuhan teknologi finansial di berbagai pasar Asia Tenggara," tulis profil singkat di laman resmi JTA Investree Doha memperkenalkan Adrian sebagai CEO perusahaan, dikutip pada Kamis (24/7/2025).

JTA Investree Doha Consultancy merupakan anak perusahaan dari JTA International Investment Holding yang merupakan perusahaan penyedia teknologi finansial global penyedia perangkat lunak dan solusi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk pinjaman digital kepada lembaga keuangan seperti bank, lembaga keuangan non-bank, dan perusahaan teknologi finansial (fintech).

Penyidik OJK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung RI dalam menjerat tersangka dengan Pasal 46 jo Pasal 16 ayat (1) Bab IV Undang-Undang Perbankan, dan Pasal 305 ayat (1) jo Pasal 237 huruf (a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan jo Pasal 55 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 10 tahun.

Bos WanaArtha Life dan Kresna Grup

Untung juga menjelaskan bahwa Interpol Indonesia masih terus memburu dua buronan atas kasus penggelapan dana asuransi, yakni Evelina F. Pietruschka dan Michael Steven.

Evelina dan keluarga Pietruschka merupakan pemegang saham mayoritas PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha atau WanaArtha Life. Interpol mengetahui bahwa Evelina berada di California, sejalan dengan penangkapan Rezanantha Petruschka di kota tersebut.

Meskipun begitu, menurut Untung sulit untuk menangkap pelaku tindak pidana ekonomi, karena mereka memiliki sumber daya dan kuasa untuk menghindari jerat hukum.

"Kan namanya pelaku-pelaku tindak pidana ekonomi tidak ada yang kismin, enggak ada yang miskin, semua kaya, semua bisa menyewa lawyer dan di situlah mereka selalu bail, selalu challenge ke kita, supaya Interpol red notice-nya gugur, cabut dengan alasan ini perdata, bukan pidana, dan lain sebagainya. Jadi, masih di California dong si Reza? Mudah-mudahan," ujar Untung.

Evelina pernah menjabat sebagai Presiden Direktur WanaArtha Life sejak 1999, lalu pada 2011 menjadi Presiden Komisaris perusahaan asuransi itu. Evelina dan sejumlah direksi ditetapkan sebagai tersangkat dalam kasus dugaan penggelapan dana WanaArtha Life.

Adapun, Michael Steven merupakan pemilik manfaat terakhir (ultimate beneficial owner) PT Kresna Asset Management, yang melakukan serangkaian intervensi atas kontrak pengelolaan dana dari Kresna Asset Management atas transaksi demi kepentingan grup Kresna dan merugikan konsumen. Michael Steven juga berada di balik PT Asuransi Jiwa Kresna atau Kresna Life.

Michael Steven telah masuk dalam daftar red notice Interpol sejak Jumat (19/9/2025). Artinya, jaringan kepolisian di seluruh dunia memburu Steven atas kasus penggelapan dana itu.

Namun demikian, Untung menjelaskan bahwa tidak semua orang yang masuk daftar red notice muncul namanya di situs resmi Interpol—seperti halnya nama Adrian Gunadi yang tidak muncul di daftar buronan Interpol itu.

"Tidak semua red notice itu ditampilkan di website. Ada yang hanya khusus untuk aparat penegak hukum dan imigrasi, di mana pintu perlintasan. Jadi, jangan mengira kami tidak bekerja, 'enggak ada ini red notice-nya'. Kerja kita, hanya tidak ditampilkan di website," ujar Untung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Read Entire Article
Ekonomi | Politic | Hukum | Kriminal | Literatur | SepakBola | Bulu Tangkis | Fashion | Hiburan |